Jejak Kehidupan dan Refleksi 2013

6:46 AM 0 Comments A+ a-


Ada banyak cerita yang silih berganti hadir di tahun 2013. Tidak hanya cerita bahagia dan gembira, tetapi berbalut kisah duka, sedih serta tentu saja ada tawa dan menangis. Namun semuanya saya anggap sebagai sebuah fase kehidupan yang harus dijalani. Walaupun ditengah jalan, terkadang saya merasa pesimis dan ragu untuk melangkah. Saya bersyukur, Allah masih menuntun saya hingga bisa melalui hari-hari ditahun 2013 kemarin. Berikut saya tulis rangkaian cerita di tahun 2013 kemarin :

Januari 2013
Awal tahun yang bahagia. Saya dan suami membuka awal tahun dengan berkumpul keluarga serta orang kantor di rumah. Acara makan malam bersama yang dipenuhi ramah tamah. Berharap mengisi tahun 2013 dengan berbagai resolusi dan kebaikan yang telah siap direncanakan.
Namun ternyata apa yang direncanakan terkadang tidak sesuai dengan kenyataan. Di awal tahun itu, mendapatkan kabar tante tercinta meninggal dunia karena kanker. Rasa sedih menyelimuti keluarga besar kami. Tante meninggalkan dua sepupu perempuan saya yang masih belum menikah. Mereka terlihat tegar dan berusaha iklas menerima kepergian tante. Tante meninggal di tanggal yang sama dengan suaminya, hanya berbeda tahun saja. Bahkan letak kuburan pun bersebelahan dengan suaminya yang merupakan paman saya.
Kepergian tante karena kanker, membuat saya semakin antipati terhadap kanker. Kanker tidak hanya menggerogoti fisik seseorang, tetapi juga menyita waktu, tenaga, uang dan bahkan menyisakan air mata. Tetapi rasa antipati terhadap kanker ternyata tidak bisa membuat saya menjauhi kanker. Rupanya kanker pun hadir dalam tubuh saya tanpa saya sadari.
Mama yang pertama kali memaksa saya memeriksa diri ke dokter setelah sering menyaksikan saya sakit pinggang dan sakit tanpa sebab. Saya pun menjalani berbagai pemeriksaan, dari hasil lab, CT Scan, Rontagen, hingga biopsi pada sebuah benjolan kecil di leher. Hasilnya sungguh mengejutkan. Saya di vonis menderita kanker tyroid dengan jenis carsinoma pappiler tyroid stadium lanjut. Kanker saya disebut stadium lanjut karena bermetase atau telah menyebar ketulang belakang sehingga kerap mengakibatkan saya sakit pinggang.
Tentu saja dunia serasa runtuh. Belum hilang rasanya kesedihan akibat meninggalnya tante karena kanker, saya pun harus menerima vonis kanker. Mau tidak mau saya harus berhadapan dengan beberapa dokter. Dari dokter tulang, dokter internist, hingga dokter onkologi. Diantara itu semua, yang paling berat adalah memberi tahu bapak dan mama mengenai penyakit saya. Rasanya tidak sanggup membayangkan terpukulnya mereka mengetahui penyakit saya. Bahkan saya butuh waktu cukup lama untuk memberitahu mereka. Beruntung saya memiliki sepupu bernama Lindi yang hingga saat ini terus mendukung saja. Lindi terus menguatkan saya untuk berupaya bisa sembuh.

Februari 2013
Setelah melewati bulan Januari dengan penuh perasaan bergejolak, bulan februari saya ditemanin suami berangkat ke Bandung. Tujuan keberangkatan kami untuk mencari informasi lebih banyak mengenai pengobatan kanker tyroid dan radiasi nuklir di RS Hasan Sadikin Bandung .
Pengalaman pertama kali ke Bandung sangat berkesan buat kami. Selain kami bisa menikmati masa berdua lagi, perjalanan kali ini merupakan pertama bagi saya setelah di vonis kanker. Saya pun diharuskan menggunakan korset khusus penyangga tulang belakang dalam setiap aktifitas. Tujuan penggunaan korset ini untuk mengurangi rasa sakit pada tulang belakang dan tentu saja untuk mencegah kerusakan lebih parah pada tulang belakang.
Perjalanan Bandung - Jakarta bersama suami
Selama di Bandung, banyak hal yang saya lalui bersama suami. Kami berkesempatan mengelilingi kota Bandung di sela-sela waktu berkonsultasi dengan konsulan Kedokteran Nuklir. Bahkan kami sempat bertemu dengan prof. Mansjur. yang merupakan pencetus kedokteran nuklir pertama di Indonesia. Saya pun bertemu dengan Indari Mastuti, founder IIDN dan IIDB, komunitas yang saya ikuti di dunia maya.
Sepulang dari Bandung, akhirnya saya berani terbuka dengan orang tua tentang penyakit kanker saya. Memang ini berat, namun saya butuh doa mereka untuk menjalani proses pengobatan yang cukup berat tersebut.

sesaat sebelum operasi, bersama mbak Inni Indarpuri
Tepat pada pertengahan bulan, akhirnya saya menjalani operasi pengangkatan total tyroid yang dilakukan oleh dokter onkologi saya. Jangan ditanya bagaimana perasaan saya saat dioperasi, karena semuanya seperti mimpi saja. Sebenarnya di tahun 2006 saya pernah operasi tyroid oleh salah satu dokter bedah. Saat itu hasil patologi hanya menunjukkan benjolan tersebut jinak. Jadi setelah operasi tersebut, saya tidak pernah periksa kembali karena merasa aman. Padahal dalam perjalanan waktu, rasa aman menurut saya ternyata tidak berlaku. Seharusnya ada beberapa proses lagi yang dilakukan. Namun karena ketidaktahuan saya, sehingga proses pengobatan itu tidak saya lakukan. Hal ini menjadi pelajaran buat saya untuk lebih cerdas sebagai seorang pasien.

Bulan Maret 2013
Bulan ini merupakan fase penyembuhan dari operasi tyroid sekaligus menunggu masa antrian radiasi nuklir di RS Hasan Sadikin Bandung pada Bulan Juni nanti. Jujur, pada bulan ini saya baru merasakan bagaimana sakit yang diakibatkan kanker, atau yang sering disebut cancer pain. Selain tubuh yang lemas dan mudah capek, saya pun sangat kesulitan untuk duduk dan bahkan berdiri lama. Bahkan untuk makan pun saya lakukan di tempat tidur. Beberapa titik pada paha dan pinggang saya terasa sangat sakit.
Saat itu saya tetap ditanganin dua dokter, dokter tulang maupun dokter onkologi. Oleh dokter tulang, saya diberikan obat minum untuk penguat tulang sekaligus vitamin tulang. Obat itu diminum satu jam sebelum makan pagi dan harus dalam berdiri atau duduk agar obat bekerja. Tentu saja saat itu sangat menyiksa bagi saya. Mencoba duduk dalam waktu 10 menit saja rasanya sungguh sakit sekali. Namun karena keinginan sembuh begitu besar, saya paksakan untuk duduk walaupun tidak benar-benar selama 1 jam

Bulan April 2013
Benjolan tyroid muncul lagi ! Tentu saja saya syok setengah mati. Belum genap dua bulan, ternyata benjolan itu muncul lagi walaupun kecil. Saya pun langsung memeriksakan diri ke dokter onkologi.
Dokter pun memeriksa saya dan blg kalo benjolannya masih kecil tersebut, kemungkinan besar masih bisa hilang diradiasi nuklir. Tentu saja bersyukur untuk penjelasan itu. Saya pun tinggal menanti bulan juni untuk persiapan radiasi nuklir.
Sembari menunggu radiasi nuklir, saya pun tetap berusaha untuk belajar duduk ataupun berdiri. Belum lagi harus mematahkan mood yang kadang berubah-rubah tidak jelas. Karena saya tidak memiliki tyroid, tentu saja sangat berpengaruh besar pada pola kehidupan saya. Beruntung orang tua dan saudara-saudara saya selalu mendukung saya. kami pun sempat berkumpul bersama ketika ulang tahun bapak pada tanggal 28 April saat itu.
merayakan ulang tahun bapak bersama keluarga
Tentu saja saya tetap berusaha menulis sebagai terapi kesembuhan saya. Dalam kondisi berbaring dan berusaha belajar duduk, saya mencoba menulis melalui media BB, dan kemudian nanti saya konversi ke word dan lanjut ke email. Ada beberapa tulisan saya yang dimuat di media cetak. Setidaknya saya bisa bersyukur masih bisa eksis menulis.

Bulan Mei 2013 
Di akhir bulan april hingga Mei 2013, saya berusaha sekuat tenaga mengikuti orang tua ke jakarta lalu ke Medan. Ya, ada satu nazar saya yang belum saya tunaikan, yaitu ziarah ke guru saya di Jakarta dan Medan. Tentu saja saya sekalian melakukan beberapa pengobatan lain di sana. Rupanya perjalanan saya di Jakarta dan Medan berjalan lancar. Rasa semangat dan optimis untuk sembuh begitu kuat dalam diri saya.
·    
   Bulan Mei 2013 Di akhir bulan april hingga Mei 2013, saya berusaha sekuat tenaga mengikuti orang tua ke jakarta lalu ke Medan. Ya, ada satu nazar saya yang belum saya tunaikan, yaitu ziarah ke guru saya di Jakarta dan Medan. Tentu saja saya sekalian melakukan beberapa pengobatan lain di sana. Rupanya perjalanan saya di Jakarta dan Medan berjalan lancar. Rasa semangat dan optimis untuk sembuh begitu kuat dalam diri saya. Bahkan saya sempat berjalan-jalan keliling kota Medan bersama keluarga.
bersama bapak ke Jakarta dan Medan 
Di bulan Mei ini pun saya kembali ke Kota Bontang setelah beberapa lama tinggal di Samarinda. Jangan ditanya betapa bahagianya. Walaupun masih terasa sakit dan lemas pada tubuh saya, namun keberadaan di Bontang membuat saya semakin semangat. Apalagi saat itu saya dan Arya merayakan ulang tahun bersama-sama.  acara itu sekaligus syukuran untuk Arya dan Wahyu serta keluarga besar. Di bulan ini pula salah satu buku antologi saya terbit. Begitu pula dengan beberapa tulisan yang sempat di publikasikan di media.
ulang tahun Arya dan Saya, serta syukuran Wahyu

Bulan Juni 2013
Waktunya liburannnn... ya, bulan Juni ini kondisi saya lebih membaik dari sebelumnya. Saya pun menyempatkan diri mengisi liburan ke Jakarta bersama adik saya Ferdy dan Arya, anak saya. Tentu saja sekalian berziarah ke guru saya dan meminta doa untuk kesembuhan saya. 
Berlibur bersama Arya

But, benjolan tyroid saya tidak ada perubahan, bahkan semakin membesar. Tentu saja ini membingungkan. Di sisi lain kondisi fisik semakin membaik, tetapi benjolan tyroid itu pun kembali muncul. Saya pun mencoba menelpon ke RS Hasan Sadikin untuk memastikan jadwal radiasi nuklir sembari mengabarkan kondisi benjolan yang muncul di leher.
Ternyata dokter di kedokteran nuklir meminta saya untuk kembali ke dokter onkologi, karena tidak memungkinkan di radiasi nuklir apabila muncul benjolan lagi yang cukup besar. Hingga akhirnya saya kembali ke dokter onkologi saya.
Dokter menyimpulkan memang harus di lakukan operasi ulang. Rupanya kanker tyroid dalam tubuh saya memang agresif saat itu. Sehingga belum saja di radiasi nuklir, benjolannya muncul kembali. Tentu saja hal itu membuat saya down.
Membayangkan operasi kembali membuat saya teringat masa-masa sakit tempo hari. Namun dokter onkologi meminta saya untuk mencari informasi tempat lain untuk radiasi nuklir. Beliau tidak ingin mengoperasi saya dulu sebelum dipastikan lagi tempat radiasi nuklir, sehingga meminimalisir kemungkinan tumbuh kembali. Biasanya rentang operasi dan radiasi nuklir dilakukan 1 bulan.

Juli 2013
Berbekal informasi dari Ibu Mega dan Ibu Dewi dari CSIS Jakarta, akhirnya saya pun memutuskan untuk melakukan radiasi nuklir di MRCCC Siloam setelah operasi nanti.
Kebetulan saat itu bulan puasa, sehingga saya putuskan untuk melakukan operasi setelah puasa. Namun ternyata keinginan saya tidak sejalan dengan kondisi fisik saya. Fisik saya benar-benar drop, bahkan kondisi tulang belakang saya semakin tidak cukup baik. Saya kesulitan untuk duduk dan berdiri. Bahkan untuk tidur saya tidak bisa dilakukan dengan nyenyak. Rasa sakit, nyeri, pegal berbalut dengan rasa seperti ada setrum di sekitar paha dan kaki. Bulan Ramadhan yang saya harapakan bisa dilakukan dengan khusus ternyata saya lewati dengan rasa sakit yang luar biasa.

Agustus 2013 
Opname di RS dan di jenguk teman-teman Perempuan Penulis Kaltim (PPK)
Puncaknya diujung Ramadhan, suami dan orang tua saya terpaksa membawa saya ke rumah sakit karena sesak nafas Setelah dilakukan pengecekan laboratorim, CT Scan dan rontagen paru-paru, disimpulkan benjolan tyroid harus segera diangkat. Beruntung kondisi paru-paru saya dalam kondisi stabil. Rupanya sesak nafas tersebut karena saya ternyata memiliki sakit asma yang tidak disadari. Pada kesempatan ini pula saya untuk pertama kalinya diberi infus penguat tulang Bondronate.
sesaat setelah operasi dan memeluk boneka pemberian Raisyah
Saya pun akhirnya menjalani operasi kembali di tanggal 28 Agustus 2013. Tentu saja dengan mengkonfirmasi pihak MRCCC Siloam agar bisa menjadwalkan radiasi nuklir di akhir September atau Oktober

September dan Oktober 2013.
Tidak banyak cerita yang bisa saya ungkapkan pada bulan September. Di bulan ini adalah pemulihan pasca operasi serta pengobatan untuk mengurangi rasa sakit dan nyeri. Yang jelas di bulan ini saya harus menikmati rasa sakit dan nyeri. Saya pun harus bolak balik ke dokter onkologi, dokter tulang dan dokter syaraf .
Dokter Eli, dokter syaraf, selalu menguatkan saya untuk sabar dan kuat menjalani proses pengobatan kanker ini. Oleh dokter onkologi, Saya pun diberi suntikan infus penguat tulang bondronate kedua pada bulan ini. Sahabat-sahabat saya terus memompakan semangat buat saya agar sembuh. Ada wiwi, sahabat saya dari SD sampai sekarang yang senantiasa datang mengunjungi saya. Air mata nya kadang menetes melihat kondisi saya yang tidak sehat. Begitu pula teman-teman dari SD Muhammadiyah I, SMP 1, SMA 1 , teman kuliah, hingga teman-teman sepenulisan.
Dibulan ini pula saya mengenal dan mengikuti program ODOJ one day one juzz. Program tiap hari membaca 1 juzz. Alhamdulillah bisa terus membaca setiap hari, walaupun kadang masih ada saja kendalanya.
berfoto bersama mbak Kartika, dokter Ivana dan staff kedokteran nuklir MRCCC
Di awal Oktober selama 4 hari 3 malam, saya diisolasi di kamar isolasi radiasi nuklir di MRCCC siloam. Beruntung saya ketemu dengan mbak Kartika Sari, yang sama-sama melakukan radiasi nuklir. Kami berdua melewati fase isolasi yang tentu saja tidak mengenakan.
Selama di Jakarta saya sempat bertemu dengan teman-teman SMP. Kami bersama berbagi cerita dan kisah masa lalu yang membuat saya tambah semangat untuk sembuh.
bersama teman SD, SMP, SMA di Jakarta
November 2013
Kondisi saya sudah jauh membaik. Saya pun bisa beraktifitas seperti biasa, walaupun terkadang kerap lelah. Tapi saya berusaha untuk sembuh dan tidak menyerah dengan kanker. Saya pun masih terus menulis dan menulis .
Di bulan ini, saya pun menemani bapak dan adik saya Ferdy berobat ke Surabaya. Perjalanan penuh suka cita walaupuun masih menahan sakit kaki, saya jalani dengan senang hati. Bertemu dengan keluarga di Malang, Surabaya dan Madura menambah semangat saya. Doa mereka tidak pernah putus mendoakan kesembuhan saya.
bersama teman-teman kuliah

Saat di Malang, saya bertemu dengan teman-teman masa kuliah. Pertemuan yang haru biru. Mereka begitu terharu melihat kondisi fisik saya. Tapi saya bersyukur, saya masih bisa diberikan umur dan kesempatan bertemu mereka kembali. Saya pun berkesempatan bertemu dengan bu Yayuk, dosen saya dulu yang kebetulan baru pulang haji. Secara khusus beliau mendoakan kesembuhan saya. 
bersama ibu Yayuk, Retno dan Anang
Tentu saja kesempatan itu tidak saya sia-siakan berkumpul bersama pakde dan bude di Malang.  Selama 4 tahun tinggal di Malang ketika kuliah, ternyata meninggalkan kesan yang terpatri hingga saat ini.  
Di bulan Nopember ini, saya pun bersyukur. Kisah hidup saya melawan kanker tyroid di muat di sebuah tabloid My Mommy. Bahkan di buat secara bersambung. Bapak Mukhransyah, selaku redaktur tabloid tersebut berkenan memasukan kisah saya. Saya pun banyak belajar dari beliau tentang kanker, karena beliau salah satu aktifis di YKI Kaltim.
kisahku di tabloid My Mommy
Bersama teman-teman penulis, Inni Indarpuri, Sari Azis, Amien Wangsitalaja, Fitria, Dwi Rahmawati, Sri Rahayu, Dhia Nisa, Irni Fatma dan lain-lain, saya pun terus semangat untuk menulis lagi.
menyempatkan diri berkumpul ketika ada acara penulisan
Desember 2013
Awal bulan ini di mulai dengan menginap di RS AW Syahrani Samarinda, tepatnya di ruangan kemotrapi untuk melakukan suntik infus Bondrote yang ketiga. Banyak cerita yang saya dapatkan di ruang kemotrapi. Bertemu dengan sesama penderita kanker baik tua, muda, remaja bahkan anak-anak, membuat saya merasa tidak sendiri.
berfoto bersama mbak Fauziah sesaat ketika di ruangan RS
Namun di bulan ini saya menerima beberapa kabar sedih. salah satu teman sesama survivor kanker telah meninggal dunia. Tentu saja kabar ini sempat membuat saya down dan sedih.  Bahkan tak lama berselang, dapat kabar lagi ada tiga anak yang sama-sama di rawat di RS AWS meninggal dunia.  Ah, betapa cepatnya waktu berlalu..
Di penghujung tahun ini banyak cerita dan hikmah yang saya dapatkan. Yang jelas saya banyak merenung dan intropeksi diri dengan kondisi saya. Allah lah sutradara terbaik dalam hidup ini. Kita hanya aktor yang memerankan peran sesuai skenario Nya.