Jejak Kisah dari Bedah Buku KPADok Bontang : Mengupas Buku Keringat Lelaki Tua

5:57 AM 0 Comments A+ a-


Oleh : Tri Wahyuni Zuhri, SP
Tidak banyak penulis Kalimantan Timur yang memiliki talenta menulis cerpen, essai bahkan puisi, salah satunya Sunaryo Broto. Saya mengenal beliau sebagai sosok yang ramah, cerdas serta produktif dalam menulis. Ditengah kesibukan beliau memegang jabatan penting di salah satu perusahaan BUMN di Kaltim, yaitu PT. Pupuk Kaltim, tidak lantas menyurutkan semangat beliau untuk menuangkan pemikiran lewat menulis dan merangkai askara.
Buku Keringat Lelaki Tua merupakan buku karya Sunaryo Broto yang baru saja di bedah buku beberapa waktu lalu. Bedah buku yang dilaksanakan pada Hari Senin, 23 Desember 2013, bertempat di Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumen (KPADok) Kota Bontang. Acara Bedah buku ini merupakan salah satu acara rangkaian HUT KPADok yang ke - 8 dan bekerjasama dengan Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Kota Bontang. Acara bedah buku yang di awali dengan para peserta menyanyikan lagu Indonesia Raya dan dilanjutkan oleh sambutan-sambutan, yaitu Basri Rase selaku Ketua GPMB, Drs. H Bahruddin MAP, Staf ahli ekonomi dan keuangan Pemkot Bontang, serta Syahrial MPd yang mewakili Kepala KPADok.
Acara Bedah buku pun berlangsung dengan sangat interaktif, dipandu oleh Moderator, Choirul Azisi, seorang pustakawan alumni IAIN Yogya dan penulis Buku Sehangat Pelukan Bidadari. Serta menghadirkan Sunaryo Broto selaku penulis buku Keringat Lelaki Tua dan Abdul Hakim sebagai Pembedah Buku. Abdul Hakim selain dikenal sebagai pendidik, beliau pun aktif dalam kegiatan penulisan dan kerap membedah karya-karya para penulis. Buku Keringat Lelaki Tua merupakan buku kedua Sunaryo Broto yang dibedahnya.  Acara bedah pun semakin menarik dengan adanya tanya jawab dari peserta kepada pembicara. Rupanya kegiatan terkait penulisan khususnya bedah buku ini sangat bagus untuk meningkatkan minat baca dan menulis di masyarakat, khususnya di Kaltim.  
Buku Keringat Lelaki Tua yang berjumlah 143 halaman dan diterbitkan oleh penerbit Leutika Prio ini memang cukup menarik untuk dikupas. Terdapat 17 cerita pendek di dalam buku tersebut dimana bertutur ciri khas ala Sunaryo Broto. Saya sendiri sangat mengapresiasi buku ini, apalagi penulis memiliki ciri khas tersendiri dalam menulis karya-karyanya. Ciri khas dalam tiap karya tulisan seorang penulis memang mutlak diperlukan, walaupun terkadang penulis tersebut perlu waktu dan proses untuk menemukan serta mengasah tulisannya.
Saya pun sepakat dengan pengantar Amien Wangsitalaja dalam buku ini. Sunaryo Broto memiliki kekhasan dalam bercerita. Ia memiliki kekhasan alur yang mengalir , pemaparan yang panjang, ketenangan emosi dan cerita yang tidak meledak-ledak. Bahkan bila saya amati, dalam cerita-cerita yang di tampilkan, saya nyaris tidak bisa membedakan apakah cerita itu hanya sebuah fiksi belaka ataukan diangkat dari berdasarkan kisah nyata penulis yang ditulis dalam bentuk cerpen. Penulis membuat tulisan cerpennya seperti kisah nyata yang begitu menarik pembaca untuk menuntaskan membacanya hingga halaman akhir.
Ada beberapa kisah dalam buku ini yang benar-benar membuat saya jatuh hati. Terlebih penulis begitu kuat membuat settingan latar belakang cerita dengan berbagai macam daerah, bahkan hingga keluar negeri. Tentu saja Kota Bontang terlihat lebih dominan dalam buku ini, sah-sah saja, mengingat di Kota inilah penulis berdomisili sekarang. Kemudian tergambar latar kota Jogja, Karanganyer, bahkan hingga ke Nepal dan Cina.
Pada cerita Keringat Lelaki Tua yang diangkat menjadi judul buku ini mengisahkan cerita tentang perjalanan hidup seseorang lelaki dari muda hingga beranjak tua. Penulis menggambarkan sosok lelaki yang sederhana, bijak, rendah hati. Walaupun telah memiliki anak yang telah sukses, namun hal itu tidak merubah hidupnya. Lelaki itu tetap sederhana dan memiliki pandangan hidup yang bersahaja, bahkan ia tidak ingin merepotkan anak-anaknya. Terlihat jelas bagaimana Sunaryo menggambarkan detiil sosok lelaki tua ini sebagai seseorang yang ia hormati dan mengambil hikmah dari kisah hidupnya.
Sunaryo Broto pun memasukan nilai dan pandangannya tentang pendidikan di buku ini, yaitu cerita Puisi Guru dan Sekolah Laut serta Cerita Sendu dari Marangkayu. Penulis mengambil setting lokal pada kedua cerita ini, dimana ia mengambil perenungan mengenai pendidilan saat ini. Cerita Puisi Guru dan Sekolah Laut berkisah tetang tokoh aku sebagai guru yang harus rela menempuh perjalanan dengan kapal kecil menuju sekolah untuk menunaikan kewajiban mengajar. Sedangkan kisah Cerita Sendu dari Marangkayu bertutur tentang anak-anak sekolah di daerah Marangkayu yang harus menumpang bis sekolah atau mobil yang lewat untuk sekolah. Ia pun bahkan membandingkan kisah sekolah yang dialami ibunya dulu ternyata masih saja di alami sebagian masyarakat kita. Saya bisa menangkap kritik sosial secara halus yang di gambarkan penulis.
Namun ternyata penulis tidak melulu bercerita serius dalam buku ini. Ada dua kisah yang sungguh membuat saya tersenyum membacanya. Kisah Bagaimana Rasanya Dicium Artis Setenar Desi Ratnasari dan Sepasang Sandal Tertinggal di Masjid Nang Dou Ya. Dua cerita ini dikisahkan lebih santai dari cerita yang lain, namun tetap pada ciri khas penulis yang menyelipkan hikmah dari setiap cerita yang dituliskannya.
Cerita Sepasang Sandal Tertinggal di Masjid Nang Dou Ya, bercerita tentang bagaimana essensi sebuah sandal hingga anak- anak  menggunakan sandal merk tertentu yang lumayan harganya. Perjalanan sandal ini pun mengikuti perjalanan mereka hingga ke negeri China. Penulis pun menggambarkan sisi humorisnya lewat cerita ini. Ia tidak canggung bercerita bagaimana ia cukup kerepotan memikirkan sandal-sandal tersebut saat mereka sekeluarga sholat di mesjid. Rupanya pengalaman kehilangan sandal menjadi beban tersendiri bila harus kehilangan sandal mahal. Sehingga suatu ketika, sandal sang anak pun akhirnya benar-benar hilang di salah satu mesjid.  
Banyak hikmah yang penulis isyaratkan dari Buku ini, membuat saya memang berfikir memang penulis sangat cerdas menuliskannya.  Bahkan saya menangkap wawasan penulis yang cukup luas, antara lain dengan memunculkan intisari  buku the secret  dalam beberapa cerita. Serta menceritakan tokoh-tokoh seperti Hatta, Pramudya Ananta, hingga Hamka. Rasanya tidak salah apabila saya berharap akan hadir karya-karya penulis Kaltim yang mengikuti jejak beliau. Kesibukan berbagai aktifitas ternyata tidak mengurangi keinginan untuk menghasilkan karya yang bermanfaat serta bermutu bagi pembaca. Amin..

Judul : Keringat Lelaki Tua
Penulis  : Sunaryo Broto
Penerbit : Leutika Prio
Halaman : 143 hal
Tahun : 2013