Ketika Harus Berfikir dan Berjiwa Besar

5:26 PM 0 Comments A+ a-



Setiap kali saya mengulang membaca buku Berfikir dan Berjiwa Besar karangan David J, ada hal menggelitik di benak saya. Bagaimana tidak, di buku itu selalu mendorong kita agar selalu berfikir serta berjiwa besar dalam menghadapi segala persoalan dalam hidup. Awalnya terlihat sangat sepele bagi kita untuk selalu berfikir dan berjiwa besar. Namun kenyataannya, bila mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari, bisa saya katakan itu menjadi sangat luar biasa sekali bila anda ataupun saya mampu dengan IKLAS melakukannya.

Mengapa saya katakan dengan demikian? Karena tidak semua orang ketika dihadapkan sebuah posisi untuk berfikir dan berjiwa besar mampu melakukan secara IKLAS. Berdasarkan beberapa pengalaman dan fakta yang ada, ketika seseorang dihadapan sebuah persoalan dan menuntut ia harus berfikir dan berjiwa besar, maka tak semuanya melakukan dengan rasa IKLAS. Beberapa diantaranya bahkan dilakukan karena kondisi yang benar-benar karena faktor keterdesakan saat hal itu terjadi sehingga mengharuskan ia harus berfikir dan berjiwa besar.

Ada sebuah pengalaman Pribadi yang ingin saya bagikan kepada anda. Beberapa waktu yang lalu, saya dan suami telah merencanakan sebuah perjalanan bisnis yang di barengi dengan liburan keluarga. Kami berdua sengaja merencanakan berbarengan karena mengingat efisiensi waktu tentunya.

Rencana perjalanan bisnis yang kami lakukan waktu itu untuk memperluas jaringan aset kami di pulau jawa. Sehingga ada 3 kota yang menjadi tujuan kami, yaitu Malang, Surabaya dan Bandung. Dalam perjalanan bisnis itu, ada 2 orang team kami dari Kaltim yang akan bertemu dengan team lainnya dari Surabaya di kota terakhir yaitu Bandung.Suami saya telah merencanakan planning yang sangat matang untuk urusan bisnis kali ini, khususnya untuk di kota Bandung nantinya. Karena di kota Bandung inilah, kami bersama te tersebut akan bertemu dengan top leader dalam pengembangan jaringan usaha bisnis kami.

Suami saya memang sangat menantikan pertemuan dengan top leader tersebut dari jauh hari. Telah banyak visi dan misi yang ingin ia sheringkan dengan beliau dalam pengembangan jaringan aset kami. Dan pertemuan di kota Bandung nantinya, benar-benar moment yang tepat bagi nya sekaligus ia berharap 2 orang team kami akan belajar banyak dengan top leader tersebut.

Tapi bila manusia berencana, tetap saja Allah juga menentukan. Tepat pada hari keberangkatan kami ke Bandung dari Surabaya. Suami saya mengalami drop tubuh akibat kelelahan dalam aktifitas perjalanan bisnis kami beberapa hari sebelumnya.

Mengingat kondisi suami yang benar-benar drop saat itu, akhirnya saya dan suami memutuskan untuk tinggal di Surabaya untuk berobat. Sedangkan 2 team kami bersama team lain dari Surabaya melanjutkan perjalanan ke Bandung.

Saya bisa melihat rasa sedih dan kecewa dari raut sorot mata suami yang saat itu harus opname di salah satu klinik di Surabaya. Namun dia benar-benar berjiwa besar dengan penuh keiklasan. Dalam kondisi drop yang benar-benar parah, ia tetap memberikan support dan dukungan kepada teamnya via ponsel.

Saat itu saya menangis. Segala perasaan bercampur aduk jadi satu, dari rasa sedih sekaligus bangga pada sikap suami saya menghadapi keadaan saat itu. Saya tahu, pertemuan dengan top leader tersebut benar-benar sangat di nantikannya dan menjadi impiannya yang selangkah saja akan terwujud. Namun, dalam detik-detik terakhir, impiannya tersebut tertunda karena kondisi fisiknya drop.

“Ma, mengapa sedih?’tanya suamiku saat melihatku menangis.

“Mama Cuma sedih lihat papa ndak bisa pergi ke Bandung. Padahal rencana ke Bandung ini sudah tersusun rapi sejak awal,”kataku sembari sesegukan menangis.

“Nggak apa-apa,ma. Papa iklas kok. Toh, kedua team kita kan sudah ada yang berangkat. Papa yakin pasti Allah punya rencana lebih baik buat kita dari kejadian hari ini. Tadi papa juga udah telpon mereka. Mereka katakan semua sudah bertemu sama leader di Bandung.”katanya menghiburku.

“Papa ndak apa-apa? Ndak kecewa begitu?”tanyaku lagi hati-hati.

Suamiku tertawa.

“Kecewa pastilah. Tapi kan tetap harus berfikir dan berjiwa besar juga. Papa tidak bisa maksain semua sesuai rencana semula mengingat kondisi fisik yang tidak memungkinkan. Toh ada dua orang team kita yang ke Bandung. Ntar kan papa bisa belajar dari mereka dapatkan saat bertemu leader di Bandung”.

Saat itulah saya langsung memeluk suami yang saat itu sedang terbaring lemah di tempat tidur. Dalam kondisi lemah seperti itu, suamiku tetap bisa meninggalkan egonya untuk berfikir dan berjiwa besar menunda impiannya bertemu dengan top leader tersebut.

“Aku janji sayang. Aku yang akan nanti menemanimu bertemu dengan top leader itu. Hanya kita berdua sayang. Suatu hari itu pasti akan terwujud,”bisikku ke arahnya. Ia membalasnya dengan anggukan.

Kejadian hari itu semakin membuka mataku akan sosok lelaki yang selama 6 tahun ini menjadi suami sekaligus pendamping hidupku. Betapa besar ego yang harus ia runtuhkan untuk tetap berfikir dan berjiwa besar dalam sebuah keiklasan... Dan hal itulah yang membuatku semakin mencintainya.....

BUKU "TIDAK CUKUP HANYA CINTA"

5:11 PM 1 Comments A+ a-


Alhamdullilah...
Setelah bertahun-tahun berkutat dengan kehidupan penulisan, akhirnya buku kumpulan cerpen "Tidak Cukup Hanya Cinta" ini hadir juga. Buku ini hadir sebagai wujud terimakasih ku kepada orang-orang yang selama ini mendukungku dalam aktifitas menulisku. khususnya suami dan buah hatiku, yang selalu hadir menemani hari-hariku yang penuh warna-warni. Cinta itu begitu indah dan sempurna. Setiap manusia akan merasakan kebahagian yang luar biasa bila panah cinta dianugrahkan kepadanya.Namun tidak cukup hanya cinta dalam mengarungi kehidupan ini......

Mengenalkan Kecerdasan Finansial Secara Dini Kepada Anak *)

8:13 PM 0 Comments A+ a-

Suatu sore menjelang berbuka puasa, seorang ibu mengajak anak sulungnya untuk mencari makanan untuk berbuka puasa di rumah mereka. Tentu saja hal ini sangat menyenangkan bagi si anak, karena di pikirannya telah terbayang berbagai macam kue dan makanan yang telah ia rencanakan untuk di santap ketika berbuka. Dan benar saja, saat telah sampai ke pusat pasar ramadhan, si anak pun dengan semangatnya menunjuk berbagai jualan kepada sang ibu dengan tujuan agar sang ibu membelikannya. Awalnya si Ibu menuruti saja kemauan si anak. Namun, ketika si Ibu melihat begitu banyak hal yang ingin di beli si anak, tentu saja si ibu langsung melarangnya. Singkat cerita terjadilah kisah dramatis, dimana si anak merajuk dan menangis karena keinginannya tidak di penuhi. Apa yang di lakukan si Ibu? Akhirnya si Ibu mengalah untuk menuruti kemauannya karena malu dan tidak tahan mendengar rengekan si anak.
Cerita di atas bukan hanya sebuah dongeng, namun sering terjadi di tengah-tengah masyarakat kita, dan bahkan mungkin kita pun pernah mengalami hal seperti itu. Kegiatan berbelanja kebutuhan sehari-hari ke supermarket, mall, toko ataupun ke pasar tradisional bisa mendadak menjadi ricuh karena ulah si anak. Atau bahkan rencana belanja yang telah di catat sebelumnya, tiba-tiba menjadi bertambah banyak dengan barang-barang yang sebenarnya tidak di perlukan pemakaiannya. Sebenarnya hal ini bisa kita atasi bersama, karena bukan hal yang sulit untuk mengenalkan tentang uang dan bagaimana pemanfaatannya secara ekonomis kepada anak.
Bila saat ini kita lebih sering mendengar tentang kecerdasan emosi, kecerdasan spritual, tentunya kita tidak begitu asing dengan namanya kecerdasan finansial. Menurut buku Rich Kids, karangan Ahmad Gozali, dengan belajar finansial secara dini, di harapkan si anak akan mampu mengetahui konsep kebijakan finansial yang benar semenjak dini. Mereka di ajak untuk memiliki konsep berpikir yang benar dan melakukan pembiasaan secara konsisten dan membuat mereka terbiasa menabung.
Sebenarnya ada beberapa faktor yang membuat pengenalan kecerdasan finansial kepada anak belum mengena ke masyarakat luas. pertama, pola didik orang tua mengenai keuangan. Seperti yang kita tahu, kebanyakan dari orang tua tidak punya pengalaman mengenal keuangan ketika mereka kecil dahulu. Sehingga hal itu lantas terbawa ketika mendidik anak-anak mereka. Mengenalkan keuangan secara sederhana pun jarang di lakukan, karena sebagian menganggap anak kecil masih terlalu tabu mengenal uang. kedua, pemahaman anak mengenai keuangan jelas berbeda dengan orang dewasa. Karena mereka dalam tahap berkembang dan belajar, sehingga perlu di kenalkan dengan pendekatan bahkan dengan cara yang khusus.
Tentunya kita akan berfikir bagaimana memulai mengenalkan kecerdasan finansial secara dini kepada anak. Sebenarnya alangkah baiknya bila kita memulai mengenalkannya pada saat usia dini atau Golden Age. Pada usia ini otak anak mengalami proses pembentukan tercepat, sehingga pemahaman tentang finansial yang dikenalkan akan terbawa hingga dewasa karena telah tertanam di otak alam sadar mereka.
Pertama yang perlu di lakukan adalah mengenalkan fungsi uang kepada anak secara sedehana.Anak perlu di ajarkan fungsi uang sebagai alat tukar. Hal ini bisa di jelaskan dengan praktek langsung, misalnya anak bisa di ajarkan mengenai berbagai macam bentuk uang, baik recehan ataupun kertas. serta bentuk nominalnya, misalnya saja ratusan dan ribuan. Praktek sederhana yang bisa di lakukan adalah mengajak si kecil berbelanja di warung atau toko. Kita pun dapat mengajak anak bermain jual beli sendiri dengan mengunakan barang-barang yang ada. Dari sini, anak-anak akan mengenal dengan jelas bagaimana fungsi uang sebagai alat tukar.
Kedua, tahapan berikut ini adalah mengajarkan anak seputar pemanfaatan uang. tahapan ini memang agak rumit, karena di tahap ini anak mengalami banyak keinginan dan kebutuhan di bandingkan dengan uang yang mereka miliki. sehingga kita perlu melatih mereka untuk menunda keinginan yang tidak begitu penting mengingat dana yang di miliki terbatas. Kita dapat melatih mereka untuk memilih yang lebih prioritas untuk di beli. Pemberian uang saku untuk anak sekolah adalah salah satu cara anak mengenal pemanfaatan uang. Dalam hal ini anak akan belajar bertanggung jawab untuk membelanjakan uang sakunya. secara tidak langsung mereka akan belajar mengelola keuangan uang sakunya. Mereka akan merasa lebih percaya diri karena di berikan kebebasan mengatur uang sakunya.
Di samping itu, kita pun dapat meminimalisir keinginan berbelanja si anak bila kita mengajak mereka berbelanja di toko ataupun swalayan. Antara lain dengan menjelaskan rencana perjalanan berbelanja bersama. Hal ini bisa di lakukan dengan menjelaskan tujuan perjalanan berbelanja, apakah berbelanja untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga saja ataukah untuk alasan lain. Kita dapat menjelaskan pilihan tempat yang akan dituju dan waktu kapan di laksanakan. Dan yang paling penting adalah buat perjanjian di awal dengan si anak mengenai barang-barang apa saja yang akan di beli. Disamping itu, apabila memang ada dana lebih, cukup bijak bila kita memberikan hak anak untuk berbelanja barang kebutuhannya sesuai kesepakatan awal. Kita tidak perlu ragu memberikan hadiah kepada anak atas kerjasamanya menemani kita berbelanja, misalnya dengan mentraktirnya makan atau membelikan sesuatu untuknya.
Yang terpenting dalam mengenalkan kecerdasan finansial kepada anak adalah kembali kepada orang tua. Orang tua sebagai panutan dari si anak untuk mengelola keuangannya. Apabila sebagai orang tua, kita mampu mengelola keuangan secara benar dan baik, secara otomatis si anak akan mencontoh apa yang dilakukan kita lakukan. Secara dini pun, kita dapat mengajarkan anak untuk menabung dan bersedekah. Fungsinya agar si anak tidak hanya belajar mengelola keuangan, tetapi juga dapat bersyukur kepada Tuhan atas apa yang di milikinya dan dapat membantu orang lain dengan cara bersedekah. Sehingga kita tidak hanya mengajarkan bagaimana anak mengelola keuangan namun mengajarkan bagaimana mereka berbagai kepada orang lain yang membutuhkan. Amin....