CERPEN "Ketakutan Mudik" Tri Wahyuni Zuhri

3:57 AM 4 Comments A+ a-




Ketakutan Mudik
Oleh : Tri Wahyuni Zuhri
(Dimuat di Kaltim Post, 19 Juli 2015)

Arini masih duduk termenung sembari memandangi kalender yang berada di hadapannya.  Lebaran tinggal beberapa hari lagi.  Seharusnya menunggu hari lebaran seperti ini, sangat di nanti oleh umat muslim, termasuk oleh Arini.  Apalagi setelah sebulan penuh berpuasa, rasanya wajar bila Lebaran menjadi hari kemenangan bagi siapa saja yang merayakannya.

Arini menghela nafas panjang.  Ia tidak bisa berbohong kalau perasaannya masih tidak menentu untuk merayakan lebaran tahun ini.  Setelah menikah selama 4 tahun bersama Gaza, tahun ini akan menjadi mudik lebaran kedua ke Samarinda, kampung halaman suaminya itu.

"Aku sudah menyiapkan tiket pesawat untuk kita bertiga mudik ke Samarinda," kata Gaza beberapa hari yang lalu kepadanya. Sore itu Arini sedang menyiapkan makanan berbuka puasa mereka.

"Kenapa mendadak seperti itu mas? Aku belum persiapan apapun,"kata Arini masih dengan rasa terkejut.

Gaza tersenyum,"Aku memang sengaja menyiapkan kejutan ini untukmu. Ibuku meminta tahun ini kita mudik  lebaran ke Samarinda".

"Aku juga belum menyelesaikan beberapa draft tulisan artikel untuk klienku.  Belum lagi pesanan produk online yang harus kukirimkan,"sahut Arini beralasan.

"Aku akan bantu mengurus kiriman paket pesananmu di ekspedisi. Untuk draft artikel, kan bisa di kerjakan sampai di sana".

"Tapi mas, bagaimana dengan Bimo? Usianya masih kecil untuk di ajak mudik. Kasian nanti dalam perjalanan pasti kecapekan," kata Arini kemudian.

"Bimo kan sudah umur dua tahun. Lagi pula kita naik pesawat dari Surabaya ke Balikpapan lalu lanjut jalan darat ke Samarinda. Tidak akan terlalu melelahkan,"bujuk Gaza  sambil menatap mesra wajah Arini. Ah, kalau seperti itu Arini rasanya tidak bisa memberikan alasan apa-apa lagi.

"Kita berapa lama mudik ke Samarinda, mas?"tanya Arini dengan tidak bersemangat.

"Seminggu saja. Semua saudaraku akan kumpul di rumah ibu. Mereka sudah ingin sekali melihat Bimo, anak kita. Siapkan keperluan mudik kita dari sekarang, ya", pinta Gaza di iringi anggukan Arini.



####

Arini bukannya tidak bahagia dengan suasana berlebaran, apalagi berkumpul dengan keluarga besar.   Namun, bila harus mudik lebaran ke kampung halaman Gaza, hal itu yang membuat perasaannya menjadi bimbang.  Rasanya Arini belum sanggup bertemu kembali dengan keluarga Gaza seperti mudik lebaran 4 tahun yang lalu. 

Memang selama ini hubungannya dan keluarga Gaza baik-baik saja, walaupun hanya saling memberi kabar lewat telpon.  Tetapi tentunya akan berbeda bila bertemu secara langsung dengan mereka dalam acara mudik bersama.  Gaza merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara. 

Dari seluruh saudara Gaza itu, ada 3 orang termasuk Gaza yang  tinggal di luar Kota Samarinda.  Mba Niken, kakak pertama Gaza, tinggal serumah bersama Ibu bersama suami dan kedua anaknya. 

Bisa di bayangkan bagaimana ramainya rumah ibu saat mudik lebaran kali ini. 
Ibu tidak pernah mengijinkan anak beserta cucunya untuk menginap di tempat lain bila datang ke Samarinda.  Tentu saja, anak-anaknya termasuk Gaza tidak akan tega melakukannya. Apalagi ibu sudah begitu keras merawat dan membiayai mereka sejak ayah meninggal dunia, saat Gaza kecil.

Arini teringat mudik lebaran pertama mereka, saat itu ia dan Gaza baru beberapa bulan menikah.  Setelah menikah, Arini memang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga.  Ijazah sarjana dari salah satu universitas negeri favorit di Surabaya, Arini simpan rapi di lemari khusus di rumah mereka. Arini lebih memilih menjadi ibu rumah tangga yang bisa  mengurus keluarga dan membesarkan anak anaknya dan Gaza kelak.

Ternyata hal itu berbanding terbalik dengan keadaan para perempuan di keluarga Gaza.   Mba Niken, saudara tertua Gaza, merupakan seorang dosen Universitas di Samarinda.  Mas Anam, saudara kedua Gaza, memiliki istri bernama Nita yang berprofesi sebagai dokter.  Kakak ketiga, Mba Lila, saat ini menjadi PNS di salah satu instansi daerah.

Sebenarnya keluarga Gaza tidak  mempersoalkan pilihan Arini sebagai ibu rumah tangga.  Namun, Arini masih tetap merasa tidak nyaman. Saat berkumpul bersama, mereka tidak hanya bercerita mengenai masalah keluarga dan anak semata, tetapi juga masalah pekerjaan. Biasanya begitu, Arini hanya bisa terdiam mendengarkan sambil merasa menjadi perempuan paling berbeda di tempat itu.

Tapi untunglah, pada lebaran kedua, Gaza dan Arini tidak mudik.  Hal itu karena Arini sedang hamil muda dan mereka  memilih berlebaran di rumah orang tua Arini.  Demikian pula dengan lebaran ketiga, saat itu Bimo masih   belum genap 1 tahun, tidak memungkinkan untuk di ajak mudik.

Namun berbeda untuk lebaran tahun ini.  Rasanya tidak ada alasan lagi untuk Arini dan Gaza untuk tidak mudik tahun ini.  Walaupun  dua tahun belakangan ini Arini sudah memiliki profesi baru sebagai penulis dan bisnis online shop. Tapi semuanya di lakukan dari rumah dan bisa di jalankan lebih fleksibel dengan memanfaatkan teknolog dan internet.

Ah, semoga saja mudik lebaran kali ini akan lebih berkesan,  doa Arini dalam hati.

-------------------

"Sayang, kita sudah sampai di rumah ibu," kata Gaza seraya membangunkan Arini yang tertidur di taxi bandara yang membawa mereka menuju Samarinda.  Arini terbangun dengan setengah kaget, untungnya Bimo masih tertidur pulas di pangkuannya.

Rumah ibu Gaza terletak di salah satu sudut kota Samarinda. Rumah ibu memang sederhana, namun memiliki halaman yang sangat luas. Tampak berbagai tanaman hias tertanam di pot yang di letakkan rapi di sekitar halaman rumah.

Gaza mengajak Arini masuk ke rumah sambil membawa koper dan kotak berisi oleh-oleh khas Surabaya.  Rupanya mereka merupakan kloter terakhir yang  datang dirumah itu. Seluruh saudara Gaza sudah datang bersama keluarga mereka.  Suasana rumah ibu sudah ramai dan penuh dengan perbincangan hangat di mana mana.  Arini terlihat mulai gelisah, sambil berharap bisa menyesuaikan diri dengan keluarga besar Gaza.

Untungnya perasaan kaku Arini langsung cair, begitu ibu maupun keluarga Gaza lain mengajaknya mengobrol.  Bimo menjadi perhatian utama di rumah itu.  Selain sebagai cucu termuda, Bimo memang belum pernah di lihat langsung oleh keluarga Gaza.


--------------- 

Hari lebaran yang di nanti sudah tiba.  Arini dan Gaza bersama keluarga besar Gaza sholat bersama di mesjid dekat rumah ibu.  Ada rasa haru bahagia yang dirasakan Arini.  Kebersamaan mudik berlebaran bersama keluarga suaminya ternyata tidak seperti yang di bayangkannya.

Para perempuan keluarga Gaza yaitu kakak dan ipar perempuan Arini berbincang bersama di ruang keluarga.  Arini tidak merasa asing lagi di ruangan itu.  Saat masing masing saudara Gaza bercerita mengenai kegiatan mereka, Arini pun turut bercerita kegiatan bisnis online shop dan aktifitas menulisnya.

"Aku punya buku terbarumu, Arini.  Aku bahkan menunjukkan kepada rekan kerjaku mengenai bukumu. Mereka nyaris tidak percaya kalau iparku penulis terkenal,"kata mba Nita sambil tertawa.

"Buku parenting yang Arini tulis, aku jadikan salah satu buku bacaan referensi mahasiswa bimbingan skripsiku," sahut mba Niken diiringi tawa saudara Gaza lainnya.

“Aku mau juga pesan produk baju online shopmu ya. Biar aku bantu jualkan ke teman-teman di kantor,”timpal mba Lila.

Arini menanggapi segala pembicaraan dengan perasaan lega.  Ia merasa di sambut hangat di keluarga besar Gaza. Tidak ada lagi rasa minder atau terasing  seperti waktu mudik beberapa tahun sebelumnya.  Arini sadar, selama ini ia hanya menyimpan perasaan tidak nyaman sendiri, padahal keluarga besar Gaza begitu hangat dan ramah.

"Terima kasih  mudik lebaran tahun ini bersama ibu. Ibu memang minta Gaza supaya bisa mudik tahun ini," kata Ibu kepada Arini sore itu, saat Arini membantu ibu menyiapakn makan malam di dapur.

"Arini pun bahagia bisa mudik lebaran bersama mas Gaza, bu," jawab Arini. Ada  rasa bersalah dalam dirinya karena hampir membujuk Gaza membatalkan mudik mereka.

"Semoga  lebaran tahun depan kita bisa kumpul bersama,"lanjut ibu dengan mata berkaca-kaca.

“Insya Allah lebaran tahun depan, kami akan mudik lebaran lagi ke Samarinda, bu,”jawab Arini sambil tersenyum.

Ah,  mudik lebaran kali ini memang sangat berkesan di hati Arini.


TENTANG PENULIS :
Tri Wahyuni Zuhri adalah seorang penulis dan blogger.  Alumni lulusan Brawijaya Malang ini ktif di berbagai komunitas, antara lain IIDN, Studio Kata, PPK, CISC, Pita Tosca.  Peraih Penghargaan Perempuan Terinspiratif IIDN 2014 dan Finalis Nasional Kartini Next Generation 2015, telah menghasilkan banyak karya.  Buku Kanker Bukan Akhir Dunia (PT.Elex Media) dan Pantangan dalam Bisnis (PT. Gramedia Pustaka Utama), merupakan 2 buku terbarunya.  Ia bisa di hubungi di email : triwahyunizuhri@gmail.com

4 komentar

Write komentar
Ila Rizky
AUTHOR
7:32 AM delete

Selama ya, Mak. Semoga makin produktif menulis. :)

Reply
avatar
Catcilku
AUTHOR
9:24 PM delete

Hebat Arini ya hehe, juga penulisnya

Reply
avatar
9:14 PM delete

Terima kasih mba...
^_^

Reply
avatar
9:15 PM delete

Terima kasih ya mba

Reply
avatar