Catatan Hasil Seminar Kebahasaan dan Kesastraan 2012

1:43 AM 0 Comments A+ a-




Catatan Hasil Seminar Kebahasaan dan Kesastraan 2012 :

Membangun Karakter Bangsa melalui Bahasa dan Sastra *)

Oleh : Tri Wahyuni Zuhri, SP

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 11 Juli 2012, saya berkesempatan mengikuti acara seminar kebahasaan dan ksastraan di Kantor Gubernur Provinsi Kaltim. Acara seminar yang di selenggarakan oleh Kantor Bahasa Provinsi Kaltim, merupakan rangkaian peringatan bulan bahasa. Seminar ini dihadiri oleh kurang lebih 200 an peserta yang terdiri dari berbagai kalangan dan berasal dari berbagai kota di Kalimantan Timur.
Tema yang diusung pun sangat menarik yaitu Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Pengajaran Bahasa dan Sastra. Seminar tersebut di bagi dalam dua session. Session pertama yaitu sidang pleno menghadirkan pembicara utama yaitu Prof. Amrin Saragih, guru besar Universitas Negeri Medan. Dr. G. Simon Devun, Dosen Universitas Mulawarman, dan Drs. Imam Budi Utomo, kepala Kantor Bahasa Provinsi Kaltim.
Sedangkan untuk session kedua merupakan diskusi panel yang terbagi 2 panel diisi oleh para pemakalah pendamping. Kebetulan saya sendiri dan teman dari Studio Kata Bontang yaitu Sunaryo Broto, mendapat kesempatan menjadi pemakalah pendamping. Disamping itu, ada pula Dr. H. Mursalim, dosen FKIP Unmul, Saidah Iriani, Guru SMA N 1 Samarinda, Iswahyudi Nur, Guru SMPN 1 Balikpapan. Serta Nurul Masfufah, Yudianti Herawati, Kantor Bahasa Prov. Kaltim.   Seminar ini sendiri bertujuan untuk menumbuhkembangkan kecintaan kalangan generasi muda Indonesia terhadap bahasa dan sastra Indonesia dalam rangka membangun jati diri dan karakter bangsa yang kuat menuju masyarakat yang mandiri, bermartabat, berdaya, saing, kreatif dan inovatif.  
Prof. Amrin mengupas mengenai atribut karakter dalam pembelajaran bahasa.  Beliau menyebutkan bahwa bahasa merupakan unsur utama pembentuk jati diri suatu bangsa. Yang pertama, adanya ketergantungan antara bahasa dan konteks sosial. Misalnya nasi sebagai makanan utama bagi bangsa Indonesia. Timbul presepsi, apabila seseorang belum makan nasi, berarti dia mengganggap dirinya belum makan. Kedua, bahasa dan konteks sosial di bangun dari berbagai unsur. Bahasa di bangun dari fonologi, leksikogramar, semantik. Sedangkan konteks sosial dibangun dari situasi, budaya dan ideolagi.  Jati diri atau identitas bangsa Indonesia terbentuk dalam dan dari bahasa Indonesia.
Sedangkan Dr. G. Simon Devung membahas pemanfaatan bahasa dan sastra lokal dalam pendidikan karakter bangsa. Ia pun menjelaskan pengajaran bahasa dan sastra sebagai sumber pendidikan karakter, harus dijalankan koheren dan konsisten dengan fungsi pokok bahasa dan sastra sebagai media komunikasi, edukasi dan enkulturasi.
Materi yang dipaparkan oleh pemakalah utama memang sangat menarik untuk di cermati, terlebih pemakalah merupakan pakar di bidang bahasa maupun sastra. Seminar tersebut pun menarik banyak pertanyaan dari para peserta. Mengingat seminar berkenaan mengenai sastra dan bahasa cukup jarang di gelar di Kaltim, tentunya menarik perhatian berbagai kalangan untuk mengikutinya.
Saya pun berkesempatan memaparkan makalah saya yang berjudul Mengugah Kepedulian terhadap melalui Sastra. Sengaja saya mengambil sub tema tersebut karena melihat adanya hubungan yang erat antara sastra dan lingkungan sendiri. Unsur-unsur lingkungan dan alam sering kita jumpai dalam karya-karya sastra. Sebut saja karya M. Yamin, Ramadhan KH, Korrie Layun Rampan, dan lain sebagainya. Mereka mengangkat lingkungan atau alam sebagai bagian dalam karya mereka. Korrie, misalnya yang mengangkat latar Kalimantan (dayak) sebagai latar novelnya yang berjudul "Upacara".
Namun ada pula karya-karya sastra yang mengungkapkan kepedulian terhadap lingkungan yang rusak. Salah satu karya sastra yang saya maksudkan adalah novel "Gampiran" karya Inni Indarpuri. Gampiran merupakan novel yang mengangkat lokalitas Kalimantan Timur, serta sarat isu lingkungan yang di balut kisah percintaan.

gambar 1. Saat presentasi makalah

Tidak salah rasanya bila saya sebut Gampiran merupakan salah satu novel yang menyentil kerusakan lingkungan. Akibat ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab membuat ketidakseimbangan dalam alam itu sendiri.  Dalam pengajaran sastra di sekolah pun, sebenarnya pihak pendidik dapat menyelipkan unsur moral peduli lingkungan kepada anak didiknya. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menerapkannya di sekolah. Karena bagaimana pun juga, hal itu dapat membentuk karakter anak didik menjadi lebih kuat, mandiri serta bermartabat.
Saya secara pribadi mengucapkan rasa salut kepada pihak kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur yang menggelar acara seminar ini.  Sudah seharusnya sebagai bagian dari masyarakat, kita harus lebih mengenal bagaimana bahasa dan sastra dapat membangun karakter sebuah bangsa.  Mudah-mudahan acara seperti ini akan dapat terus di laksanakan dalam waktu mendatang, agar dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan mengenai bahasa dan sastra itu sendiri kepada masyarakat. Amin…