Jejak Kisah dari Bedah Buku KPADok Bontang : Mengupas Buku Keringat Lelaki Tua
Oleh : Tri Wahyuni
Zuhri, SP
Tidak banyak penulis
Kalimantan Timur yang memiliki talenta menulis cerpen, essai bahkan puisi,
salah satunya Sunaryo Broto. Saya mengenal beliau sebagai sosok yang ramah,
cerdas serta produktif dalam menulis. Ditengah kesibukan beliau memegang
jabatan penting di salah satu perusahaan BUMN di Kaltim, yaitu PT. Pupuk
Kaltim, tidak lantas menyurutkan semangat beliau untuk menuangkan pemikiran
lewat menulis dan merangkai askara.
Buku Keringat Lelaki
Tua merupakan buku karya Sunaryo Broto yang baru saja di bedah buku beberapa
waktu lalu. Bedah buku yang dilaksanakan pada Hari Senin, 23 Desember 2013,
bertempat di Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumen (KPADok) Kota Bontang.
Acara Bedah buku ini merupakan salah satu acara rangkaian HUT KPADok yang ke -
8 dan bekerjasama dengan Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Kota Bontang.
Acara bedah buku yang di awali dengan para peserta menyanyikan lagu Indonesia
Raya dan dilanjutkan oleh sambutan-sambutan, yaitu Basri Rase selaku Ketua
GPMB, Drs. H Bahruddin MAP, Staf ahli ekonomi dan keuangan Pemkot Bontang,
serta Syahrial MPd yang mewakili Kepala KPADok.
Acara Bedah buku pun
berlangsung dengan sangat interaktif, dipandu oleh Moderator, Choirul Azisi,
seorang pustakawan alumni IAIN Yogya dan penulis Buku Sehangat Pelukan
Bidadari. Serta menghadirkan Sunaryo Broto selaku penulis buku Keringat Lelaki
Tua dan Abdul Hakim sebagai Pembedah Buku. Abdul Hakim selain dikenal sebagai
pendidik, beliau pun aktif dalam kegiatan penulisan dan kerap membedah
karya-karya para penulis. Buku Keringat Lelaki Tua merupakan buku kedua Sunaryo
Broto yang dibedahnya. Acara bedah pun
semakin menarik dengan adanya tanya jawab dari peserta kepada pembicara.
Rupanya kegiatan terkait penulisan khususnya bedah buku ini sangat bagus untuk
meningkatkan minat baca dan menulis di masyarakat, khususnya di Kaltim.
Buku Keringat Lelaki
Tua yang berjumlah 143 halaman dan diterbitkan oleh penerbit Leutika Prio ini
memang cukup menarik untuk dikupas. Terdapat 17 cerita pendek di dalam buku
tersebut dimana bertutur ciri khas ala Sunaryo Broto. Saya sendiri sangat
mengapresiasi buku ini, apalagi penulis memiliki ciri khas tersendiri dalam
menulis karya-karyanya. Ciri khas dalam tiap karya tulisan seorang penulis
memang mutlak diperlukan, walaupun terkadang penulis tersebut perlu waktu dan
proses untuk menemukan serta mengasah tulisannya.
Saya pun sepakat dengan
pengantar Amien Wangsitalaja dalam buku ini. Sunaryo Broto memiliki kekhasan
dalam bercerita. Ia memiliki kekhasan alur yang mengalir , pemaparan yang
panjang, ketenangan emosi dan cerita yang tidak meledak-ledak. Bahkan bila saya
amati, dalam cerita-cerita yang di tampilkan, saya nyaris tidak bisa membedakan
apakah cerita itu hanya sebuah fiksi belaka ataukan diangkat dari berdasarkan
kisah nyata penulis yang ditulis dalam bentuk cerpen. Penulis membuat tulisan
cerpennya seperti kisah nyata yang begitu menarik pembaca untuk menuntaskan
membacanya hingga halaman akhir.
Ada beberapa kisah
dalam buku ini yang benar-benar membuat saya jatuh hati. Terlebih penulis
begitu kuat membuat settingan latar belakang cerita dengan berbagai macam
daerah, bahkan hingga keluar negeri. Tentu saja Kota Bontang terlihat lebih
dominan dalam buku ini, sah-sah saja, mengingat di Kota inilah penulis
berdomisili sekarang. Kemudian tergambar latar kota Jogja, Karanganyer, bahkan
hingga ke Nepal dan Cina.
Pada cerita Keringat
Lelaki Tua yang diangkat menjadi judul buku ini mengisahkan cerita tentang
perjalanan hidup seseorang lelaki dari muda hingga beranjak tua. Penulis
menggambarkan sosok lelaki yang sederhana, bijak, rendah hati. Walaupun telah
memiliki anak yang telah sukses, namun hal itu tidak merubah hidupnya. Lelaki
itu tetap sederhana dan memiliki pandangan hidup yang bersahaja, bahkan ia
tidak ingin merepotkan anak-anaknya. Terlihat jelas bagaimana Sunaryo menggambarkan
detiil sosok lelaki tua ini sebagai seseorang yang ia hormati dan mengambil
hikmah dari kisah hidupnya.
Sunaryo Broto pun
memasukan nilai dan pandangannya tentang pendidikan di buku ini, yaitu cerita
Puisi Guru dan Sekolah Laut serta Cerita Sendu dari Marangkayu. Penulis
mengambil setting lokal pada kedua cerita ini, dimana ia mengambil perenungan
mengenai pendidilan saat ini. Cerita Puisi Guru dan Sekolah Laut berkisah
tetang tokoh aku sebagai guru yang harus rela menempuh perjalanan dengan kapal
kecil menuju sekolah untuk menunaikan kewajiban mengajar. Sedangkan kisah
Cerita Sendu dari Marangkayu bertutur tentang anak-anak sekolah di daerah
Marangkayu yang harus menumpang bis sekolah atau mobil yang lewat untuk
sekolah. Ia pun bahkan membandingkan kisah sekolah yang dialami ibunya dulu
ternyata masih saja di alami sebagian masyarakat kita. Saya bisa menangkap
kritik sosial secara halus yang di gambarkan penulis.
Namun ternyata penulis
tidak melulu bercerita serius dalam buku ini. Ada dua kisah yang sungguh
membuat saya tersenyum membacanya. Kisah Bagaimana Rasanya Dicium Artis Setenar
Desi Ratnasari dan Sepasang Sandal Tertinggal di Masjid Nang Dou Ya. Dua cerita
ini dikisahkan lebih santai dari cerita yang lain, namun tetap pada ciri khas
penulis yang menyelipkan hikmah dari setiap cerita yang dituliskannya.
Cerita Sepasang Sandal
Tertinggal di Masjid Nang Dou Ya, bercerita tentang bagaimana essensi sebuah
sandal hingga anak- anak menggunakan
sandal merk tertentu yang lumayan harganya. Perjalanan sandal ini pun mengikuti
perjalanan mereka hingga ke negeri China. Penulis pun menggambarkan sisi
humorisnya lewat cerita ini. Ia tidak canggung bercerita bagaimana ia cukup
kerepotan memikirkan sandal-sandal tersebut saat mereka sekeluarga sholat di mesjid.
Rupanya pengalaman kehilangan sandal menjadi beban tersendiri bila harus
kehilangan sandal mahal. Sehingga suatu ketika, sandal sang anak pun akhirnya
benar-benar hilang di salah satu mesjid.
Banyak hikmah yang penulis isyaratkan dari Buku ini, membuat
saya memang berfikir memang penulis sangat cerdas menuliskannya. Bahkan saya menangkap wawasan penulis yang
cukup luas, antara lain dengan memunculkan intisari buku the
secret dalam beberapa cerita. Serta
menceritakan tokoh-tokoh seperti Hatta, Pramudya Ananta, hingga Hamka. Rasanya
tidak salah apabila saya berharap akan hadir karya-karya penulis Kaltim yang
mengikuti jejak beliau. Kesibukan berbagai aktifitas ternyata tidak mengurangi
keinginan untuk menghasilkan karya yang bermanfaat serta bermutu bagi pembaca.
Amin..
Judul : Keringat Lelaki Tua
Penulis : Sunaryo Broto
Penerbit : Leutika Prio
Halaman : 143 hal
Tahun
: 2013