Jejak Kehidupan dan Refleksi 2013
Ada banyak cerita yang silih berganti hadir di
tahun 2013. Tidak hanya cerita bahagia dan gembira, tetapi berbalut kisah duka,
sedih serta tentu saja ada tawa dan menangis. Namun semuanya saya anggap
sebagai sebuah fase kehidupan yang harus dijalani. Walaupun ditengah jalan,
terkadang saya merasa pesimis dan ragu untuk melangkah. Saya bersyukur, Allah
masih menuntun saya hingga bisa melalui hari-hari ditahun 2013 kemarin. Berikut
saya tulis rangkaian cerita di tahun 2013 kemarin :
Januari 2013
Awal tahun yang bahagia. Saya dan suami
membuka awal tahun dengan berkumpul keluarga serta orang kantor di rumah. Acara
makan malam bersama yang dipenuhi ramah tamah. Berharap mengisi tahun 2013
dengan berbagai resolusi dan kebaikan yang telah siap direncanakan.
Namun ternyata apa yang direncanakan terkadang
tidak sesuai dengan kenyataan. Di awal tahun itu, mendapatkan kabar tante
tercinta meninggal dunia karena kanker. Rasa sedih menyelimuti keluarga besar
kami. Tante meninggalkan dua sepupu perempuan saya yang masih belum menikah.
Mereka terlihat tegar dan berusaha iklas menerima kepergian tante. Tante
meninggal di tanggal yang sama dengan suaminya, hanya berbeda tahun saja.
Bahkan letak kuburan pun bersebelahan dengan suaminya yang merupakan paman
saya.
Kepergian tante karena kanker, membuat saya
semakin antipati terhadap kanker. Kanker tidak hanya menggerogoti fisik
seseorang, tetapi juga menyita waktu, tenaga, uang dan bahkan menyisakan air
mata. Tetapi rasa antipati terhadap kanker ternyata tidak bisa membuat saya
menjauhi kanker. Rupanya kanker pun hadir dalam tubuh saya tanpa saya sadari.
Mama yang pertama kali memaksa saya memeriksa
diri ke dokter setelah sering menyaksikan saya sakit pinggang dan sakit tanpa
sebab. Saya pun menjalani berbagai pemeriksaan, dari hasil lab, CT Scan,
Rontagen, hingga biopsi pada sebuah benjolan kecil di leher. Hasilnya sungguh
mengejutkan. Saya di vonis menderita kanker tyroid dengan jenis carsinoma
pappiler tyroid stadium lanjut. Kanker saya disebut stadium lanjut karena
bermetase atau telah menyebar ketulang belakang sehingga kerap mengakibatkan
saya sakit pinggang.
Tentu saja dunia serasa runtuh. Belum hilang
rasanya kesedihan akibat meninggalnya tante karena kanker, saya pun harus
menerima vonis kanker. Mau tidak mau saya harus berhadapan dengan beberapa
dokter. Dari dokter tulang, dokter internist, hingga dokter onkologi. Diantara
itu semua, yang paling berat adalah memberi tahu bapak dan mama mengenai
penyakit saya. Rasanya tidak sanggup membayangkan terpukulnya mereka mengetahui
penyakit saya. Bahkan saya butuh waktu cukup lama untuk memberitahu mereka.
Beruntung saya memiliki sepupu bernama Lindi yang hingga saat ini terus
mendukung saja. Lindi terus menguatkan saya untuk berupaya bisa sembuh.
Februari 2013
Setelah melewati bulan Januari dengan penuh
perasaan bergejolak, bulan februari saya ditemanin suami berangkat ke Bandung.
Tujuan keberangkatan kami untuk mencari informasi lebih banyak mengenai
pengobatan kanker tyroid dan radiasi nuklir di RS Hasan Sadikin Bandung .
Pengalaman pertama kali ke Bandung sangat
berkesan buat kami. Selain kami bisa menikmati masa berdua lagi, perjalanan
kali ini merupakan pertama bagi saya setelah di vonis kanker. Saya pun
diharuskan menggunakan korset khusus penyangga tulang belakang dalam setiap
aktifitas. Tujuan penggunaan korset ini untuk mengurangi rasa sakit pada tulang
belakang dan tentu saja untuk mencegah kerusakan lebih parah pada tulang
belakang.
Perjalanan Bandung - Jakarta bersama suami |
Selama di Bandung, banyak hal yang saya lalui
bersama suami. Kami berkesempatan mengelilingi kota Bandung di sela-sela waktu
berkonsultasi dengan konsulan Kedokteran Nuklir. Bahkan kami sempat bertemu
dengan prof. Mansjur. yang merupakan pencetus kedokteran nuklir pertama di
Indonesia. Saya pun bertemu dengan Indari Mastuti, founder IIDN dan IIDB,
komunitas yang saya ikuti di dunia maya.
Sepulang dari Bandung, akhirnya saya berani
terbuka dengan orang tua tentang penyakit kanker saya. Memang ini berat, namun
saya butuh doa mereka untuk menjalani proses pengobatan yang cukup berat
tersebut.
sesaat sebelum operasi, bersama mbak Inni Indarpuri |
Tepat pada pertengahan bulan, akhirnya saya
menjalani operasi pengangkatan total tyroid yang dilakukan oleh dokter onkologi
saya. Jangan ditanya bagaimana perasaan saya saat dioperasi, karena semuanya
seperti mimpi saja. Sebenarnya di tahun 2006 saya pernah operasi tyroid oleh
salah satu dokter bedah. Saat itu hasil patologi hanya menunjukkan benjolan
tersebut jinak. Jadi setelah operasi tersebut, saya tidak pernah periksa
kembali karena merasa aman. Padahal dalam perjalanan waktu, rasa aman menurut
saya ternyata tidak berlaku. Seharusnya ada beberapa proses lagi yang
dilakukan. Namun karena ketidaktahuan saya, sehingga proses pengobatan itu
tidak saya lakukan. Hal ini menjadi pelajaran buat saya untuk lebih cerdas
sebagai seorang pasien.
Bulan Maret 2013
Bulan ini merupakan fase penyembuhan dari
operasi tyroid sekaligus menunggu masa antrian radiasi nuklir di RS Hasan
Sadikin Bandung pada Bulan Juni nanti. Jujur, pada bulan ini saya baru
merasakan bagaimana sakit yang diakibatkan kanker, atau yang sering disebut
cancer pain. Selain tubuh yang lemas dan mudah capek, saya pun sangat kesulitan
untuk duduk dan bahkan berdiri lama. Bahkan untuk makan pun saya lakukan di
tempat tidur. Beberapa titik pada paha dan pinggang saya terasa sangat sakit.
Saat itu saya tetap ditanganin dua dokter,
dokter tulang maupun dokter onkologi. Oleh dokter tulang, saya diberikan obat
minum untuk penguat tulang sekaligus vitamin tulang. Obat itu diminum satu jam
sebelum makan pagi dan harus dalam berdiri atau duduk agar obat bekerja. Tentu
saja saat itu sangat menyiksa bagi saya. Mencoba duduk dalam waktu 10 menit
saja rasanya sungguh sakit sekali. Namun karena keinginan sembuh begitu besar,
saya paksakan untuk duduk walaupun tidak benar-benar selama 1 jam
Bulan April 2013
Benjolan tyroid muncul lagi ! Tentu saja saya
syok setengah mati. Belum genap dua bulan, ternyata benjolan itu muncul lagi
walaupun kecil. Saya pun langsung memeriksakan diri ke dokter onkologi.
Dokter pun memeriksa saya dan blg kalo benjolannya
masih kecil tersebut, kemungkinan besar masih bisa hilang diradiasi nuklir.
Tentu saja bersyukur untuk penjelasan itu. Saya pun tinggal menanti bulan juni
untuk persiapan radiasi nuklir.
Sembari menunggu radiasi nuklir, saya pun
tetap berusaha untuk belajar duduk ataupun berdiri. Belum lagi harus mematahkan
mood yang kadang berubah-rubah tidak jelas. Karena saya tidak memiliki tyroid,
tentu saja sangat berpengaruh besar pada pola kehidupan saya. Beruntung orang
tua dan saudara-saudara saya selalu mendukung saya. kami pun sempat berkumpul bersama ketika ulang tahun bapak pada tanggal 28 April saat itu.
merayakan ulang tahun bapak bersama keluarga |
Tentu saja saya tetap berusaha menulis sebagai
terapi kesembuhan saya. Dalam kondisi berbaring dan berusaha belajar duduk,
saya mencoba menulis melalui media BB, dan kemudian nanti saya konversi ke word
dan lanjut ke email. Ada beberapa tulisan saya yang dimuat di media cetak.
Setidaknya saya bisa bersyukur masih bisa eksis menulis.
Bulan Mei 2013
Di akhir bulan april hingga Mei
2013, saya berusaha sekuat tenaga mengikuti orang tua ke jakarta lalu ke Medan.
Ya, ada satu nazar saya yang belum saya tunaikan, yaitu ziarah ke guru saya di
Jakarta dan Medan. Tentu saja saya sekalian melakukan beberapa pengobatan lain
di sana. Rupanya perjalanan saya di Jakarta dan Medan berjalan lancar. Rasa
semangat dan optimis untuk sembuh begitu kuat dalam diri saya.
·
Bulan Mei 2013 Di
akhir bulan april hingga Mei 2013, saya berusaha sekuat tenaga mengikuti orang
tua ke jakarta lalu ke Medan. Ya, ada satu nazar saya yang belum saya tunaikan,
yaitu ziarah ke guru saya di Jakarta dan Medan. Tentu saja saya sekalian
melakukan beberapa pengobatan lain di sana. Rupanya perjalanan saya di Jakarta
dan Medan berjalan lancar. Rasa semangat dan optimis untuk sembuh begitu kuat
dalam diri saya. Bahkan saya sempat berjalan-jalan keliling kota Medan bersama
keluarga.
bersama bapak ke Jakarta dan Medan |
Di bulan Mei ini pun saya kembali ke Kota
Bontang setelah beberapa lama tinggal di Samarinda. Jangan ditanya betapa
bahagianya. Walaupun masih terasa sakit dan lemas pada tubuh saya, namun
keberadaan di Bontang membuat saya semakin semangat. Apalagi saat itu saya dan Arya merayakan ulang tahun bersama-sama. acara itu sekaligus syukuran untuk Arya dan Wahyu serta keluarga besar. Di bulan ini pula salah satu buku antologi saya terbit. Begitu pula dengan beberapa tulisan yang sempat di publikasikan di media.
ulang tahun Arya dan Saya, serta syukuran Wahyu |
Bulan Juni 2013
Waktunya liburannnn... ya, bulan Juni ini
kondisi saya lebih membaik dari sebelumnya. Saya pun menyempatkan diri mengisi
liburan ke Jakarta bersama adik saya Ferdy dan Arya, anak saya. Tentu saja
sekalian berziarah ke guru saya dan meminta doa untuk kesembuhan saya.
Berlibur bersama Arya |
But, benjolan tyroid saya tidak ada perubahan,
bahkan semakin membesar. Tentu saja ini membingungkan. Di sisi lain kondisi
fisik semakin membaik, tetapi benjolan tyroid itu pun kembali muncul. Saya pun
mencoba menelpon ke RS Hasan Sadikin untuk memastikan jadwal radiasi nuklir
sembari mengabarkan kondisi benjolan yang muncul di leher.
Ternyata dokter di kedokteran nuklir meminta
saya untuk kembali ke dokter onkologi, karena tidak memungkinkan di radiasi
nuklir apabila muncul benjolan lagi yang cukup besar. Hingga akhirnya saya
kembali ke dokter onkologi saya.
Dokter menyimpulkan memang harus di lakukan
operasi ulang. Rupanya kanker tyroid dalam tubuh saya memang agresif saat itu.
Sehingga belum saja di radiasi nuklir, benjolannya muncul kembali. Tentu saja
hal itu membuat saya down.
Membayangkan operasi kembali membuat saya
teringat masa-masa sakit tempo hari. Namun dokter onkologi meminta saya untuk
mencari informasi tempat lain untuk radiasi nuklir. Beliau tidak ingin
mengoperasi saya dulu sebelum dipastikan lagi tempat radiasi nuklir, sehingga
meminimalisir kemungkinan tumbuh kembali. Biasanya rentang operasi dan radiasi
nuklir dilakukan 1 bulan.
Juli 2013
Berbekal informasi dari Ibu Mega dan Ibu Dewi
dari CSIS Jakarta, akhirnya saya pun memutuskan untuk melakukan radiasi nuklir
di MRCCC Siloam setelah operasi nanti.
Kebetulan saat itu bulan puasa, sehingga saya
putuskan untuk melakukan operasi setelah puasa. Namun ternyata keinginan saya
tidak sejalan dengan kondisi fisik saya. Fisik saya benar-benar drop, bahkan
kondisi tulang belakang saya semakin tidak cukup baik. Saya kesulitan untuk
duduk dan berdiri. Bahkan untuk tidur saya tidak bisa dilakukan dengan nyenyak.
Rasa sakit, nyeri, pegal berbalut dengan rasa seperti ada setrum di sekitar
paha dan kaki. Bulan Ramadhan yang saya harapakan bisa dilakukan dengan khusus
ternyata saya lewati dengan rasa sakit yang luar biasa.
Agustus 2013
Opname di RS dan di jenguk teman-teman Perempuan Penulis Kaltim (PPK) |
Puncaknya diujung Ramadhan, suami
dan orang tua saya terpaksa membawa saya ke rumah sakit karena sesak nafas
Setelah dilakukan pengecekan laboratorim, CT Scan dan rontagen paru-paru,
disimpulkan benjolan tyroid harus segera diangkat. Beruntung kondisi paru-paru
saya dalam kondisi stabil. Rupanya sesak nafas tersebut karena saya ternyata
memiliki sakit asma yang tidak disadari. Pada kesempatan ini pula saya untuk pertama
kalinya diberi infus penguat tulang Bondronate.
sesaat setelah operasi dan memeluk boneka pemberian Raisyah |
Saya pun akhirnya menjalani operasi kembali di
tanggal 28 Agustus 2013. Tentu saja dengan mengkonfirmasi pihak MRCCC Siloam
agar bisa menjadwalkan radiasi nuklir di akhir September atau Oktober
September dan Oktober 2013.
Tidak banyak cerita yang bisa saya ungkapkan
pada bulan September. Di bulan ini adalah pemulihan pasca operasi serta
pengobatan untuk mengurangi rasa sakit dan nyeri. Yang jelas di bulan ini saya
harus menikmati rasa sakit dan nyeri. Saya pun harus bolak balik ke dokter
onkologi, dokter tulang dan dokter syaraf .
Dokter Eli, dokter syaraf, selalu menguatkan
saya untuk sabar dan kuat menjalani proses pengobatan kanker ini. Oleh dokter
onkologi, Saya pun diberi suntikan infus penguat tulang bondronate kedua pada
bulan ini. Sahabat-sahabat saya terus memompakan semangat buat saya agar
sembuh. Ada wiwi, sahabat saya dari SD sampai sekarang yang senantiasa datang
mengunjungi saya. Air mata nya kadang menetes melihat kondisi saya yang tidak sehat.
Begitu pula teman-teman dari SD Muhammadiyah I, SMP 1, SMA 1 , teman kuliah,
hingga teman-teman sepenulisan.
Dibulan ini pula saya mengenal dan mengikuti
program ODOJ one day one juzz. Program tiap hari membaca 1 juzz. Alhamdulillah
bisa terus membaca setiap hari, walaupun kadang masih ada saja kendalanya.
berfoto bersama mbak Kartika, dokter Ivana dan staff kedokteran nuklir MRCCC |
Di awal Oktober selama 4 hari 3 malam, saya
diisolasi di kamar isolasi radiasi nuklir di MRCCC siloam. Beruntung saya
ketemu dengan mbak Kartika Sari, yang sama-sama melakukan radiasi nuklir. Kami berdua
melewati fase isolasi yang tentu saja tidak mengenakan.
Selama di Jakarta saya sempat bertemu dengan
teman-teman SMP. Kami bersama berbagi cerita dan kisah masa lalu yang membuat
saya tambah semangat untuk sembuh.
bersama teman SD, SMP, SMA di Jakarta |
November 2013
Kondisi saya sudah jauh membaik. Saya pun bisa
beraktifitas seperti biasa, walaupun terkadang kerap lelah. Tapi saya berusaha
untuk sembuh dan tidak menyerah dengan kanker. Saya pun masih terus menulis dan
menulis .
Di bulan ini, saya pun menemani bapak dan adik
saya Ferdy berobat ke Surabaya. Perjalanan penuh suka cita walaupuun masih
menahan sakit kaki, saya jalani dengan senang hati. Bertemu dengan keluarga di
Malang, Surabaya dan Madura menambah semangat saya. Doa mereka tidak pernah
putus mendoakan kesembuhan saya.
bersama teman-teman kuliah |
Saat di Malang, saya bertemu dengan
teman-teman masa kuliah. Pertemuan yang haru biru. Mereka begitu terharu
melihat kondisi fisik saya. Tapi saya bersyukur, saya masih bisa diberikan umur
dan kesempatan bertemu mereka kembali. Saya pun berkesempatan bertemu dengan bu
Yayuk, dosen saya dulu yang kebetulan baru pulang haji. Secara khusus beliau
mendoakan kesembuhan saya.
bersama ibu Yayuk, Retno dan Anang |
Tentu saja kesempatan itu tidak saya sia-siakan berkumpul bersama pakde dan bude di Malang. Selama 4 tahun tinggal di Malang ketika kuliah, ternyata meninggalkan kesan yang terpatri hingga saat ini.
Di bulan Nopember ini, saya pun bersyukur.
Kisah hidup saya melawan kanker tyroid di muat di sebuah tabloid My Mommy.
Bahkan di buat secara bersambung. Bapak Mukhransyah, selaku redaktur tabloid
tersebut berkenan memasukan kisah saya. Saya pun banyak belajar dari beliau
tentang kanker, karena beliau salah satu aktifis di YKI Kaltim.
kisahku di tabloid My Mommy |
Bersama teman-teman penulis, Inni Indarpuri,
Sari Azis, Amien Wangsitalaja, Fitria, Dwi Rahmawati, Sri Rahayu, Dhia Nisa, Irni Fatma dan lain-lain, saya pun
terus semangat untuk menulis lagi.
menyempatkan diri berkumpul ketika ada acara penulisan |
Desember 2013
Awal bulan ini di mulai dengan menginap di RS
AW Syahrani Samarinda, tepatnya di ruangan kemotrapi untuk melakukan suntik
infus Bondrote yang ketiga. Banyak cerita yang saya dapatkan di ruang
kemotrapi. Bertemu dengan sesama penderita kanker baik tua, muda, remaja bahkan
anak-anak, membuat saya merasa tidak sendiri.
berfoto bersama mbak Fauziah sesaat ketika di ruangan RS |
Namun di bulan ini saya menerima beberapa
kabar sedih. salah satu teman sesama survivor kanker telah meninggal dunia. Tentu saja kabar ini sempat membuat saya down dan sedih. Bahkan tak lama berselang, dapat kabar lagi ada tiga anak yang sama-sama di rawat di RS AWS meninggal dunia. Ah, betapa cepatnya waktu berlalu..
Di penghujung tahun ini banyak cerita dan
hikmah yang saya dapatkan. Yang jelas saya banyak merenung dan intropeksi diri
dengan kondisi saya. Allah lah sutradara terbaik dalam hidup ini. Kita hanya
aktor yang memerankan peran sesuai skenario Nya.