Kisahku di Kaltim Post dalam Rangka Hari Kanker Sedunia
Suatu hari di awal bulan Februari, sebuah SMS masuk ke HP saya. Rupanya SMS dari mba Novita, wartawan Kaltim Post yang menanyakan kabar saya. Saya pun menjawab SMS tersebut sekaligus menceritakan keadaan saya saat itu yang masih terus melakukan kontrol dan pengobatan Dokter.
Mba Novita pun menanyakan kesediaan saya untuk menjadi nara sumber artikel yang akan di tulisnya terkait peringatan Hari Kanker Sedunia. Hari Kanker Sedunia memang biasanya di peringati setiap tanggal 4 Februari.
Saya lalu mengiyakan kesediaan menjadi narasumber. Niat utama memang sekalian untuk edukasi dan sosialisasi kanker kepada masyarakat lewat media. Selain itu, biar sekalian narsis lah hahahaha...
Nah, sebenarnya Raisyah yang paling heboh mendengar rencana saya mau di liput. Seperti yang sudah-sudah, Raisyah udah siap mau di foto kapan saja untuk keperluan liputan. Tentu saja saya jadi tertawa sendiri melihat tingkah Raisyah. Anak itu memang seperti emaknya yg rada rada suka narsis.
Ternyata, mba Novita masih menyimpan foto-foto dokumentasi saya sebelumnya. Jadilah, foto tersebut yang di pajang di koran. Hehehe. Dan Raisyah? Manyun ngga jelas sambil ngomel kenapa wajahnya ngga ada di koran tersebut ^_^
Terima kasih ya Mba Novita dan Kaltim Post yang sudah memuat kisah tentang saya. Bagi teman-teman yang ingin membaca kisah lengkapnya, bisa klik link berikut ya.. Atau bisa juga baca isi beritanya yang sudah saya copy kan di sini.
Terus semangat ya teman teman
--------------
Kisah Inspiratif Seorang Survivor Kanker Thyroid, Penyakit Tak Boleh Merenggut Mimpi
Empat Februari diperingati sebagai Hari Kanker Sedunia. Banyak cara dilakukan untuk memaknai World Cancer Day tersebut. Kali ini, Kaltim Post berbagi kisah inspiratif dari Tri Wahyuni Zuhri, survivor kanker thyroid di Samarinda.
NOVITA INDRIANI, Samarinda
KELAHIRAN putra bungsunya menambah kebahagiaan. Namun, sejak saat itu, dia mulai merasakan hal aneh pada tubuhnya. Tri Wahyuni menjadi mudah capek, daya tahan tubuh menurun, perlahan berat badannya juga ikut menurun dengan drastis. Tepat Januari 2013, dokter memvonisnya menderita kanker thyroid.
“Sebelumnya, saya memang mengalami gejala seperti susah menelan, mudah terserang flu dan batuk. Saya juga sering merasakan sakit pinggang,” ujarnya.
Waktu itu, Tri Wahyuni menganggap gejala-gejala itu hanya karena faktor kelelahan. Karena terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan dan rumah. Apalagi dia kerap ke dokter untuk memeriksakan diri, dan dianggap hanya kecapekan dan radang tenggorokan.
Perempuan yang akrab disapa Yuni itu menyebutkan, gejala tersebut terus berlanjut sampai dia semakin sering merasakan sakit pinggang dan muncul benjolan di leher. Sang bunda kemudian membujuk Yuni memeriksakan diri ke dokter spesialis tulang. Lalu, dirujuk untuk melakukan CT scan tulang belakang dengan serangkaian pemeriksaan lain.
“Termasuk biopsy benjolan di leher. Dari hasil pemeriksaan itu, baru diketahui dia menderita kanker tiroid stadium lanjut, yang sudah menyebar ke tulang belakang. Saya akui, sempat menyesali diri, kenapa dari dulu tidak lebih peduli dengan kesehatan, keluarga pun sangat terkejut saat mendengar vonis kanker,” ujar ibu tiga anak tersebut.
Terpuruk, sudah pasti. Kecewa, sedih, marah, dan berbagai macam perasaan bercampur aduk. Yuni tidak pernah menyangka kanker tersebut bersarang dalam tubuhnya. Terlebih, rasa sakit dan nyeri karena kanker tidak bisa diajak kompromi.
Dia pun menjalani pengobatan yang cukup panjang dan berliku. Sebab, kanker baru diketahui setelah memasuki stadium lanjut. Perlu penanganan ekstrapanjang, termasuk memakan waktu, tenaga, biaya, dan selalu menguras emosi.
“Ada kalanya saya mengalamai pasang surut menghadapi kanker. Beruntung, saya selalu didampingi keluarga, kerabat, serta sahabat yang terus mendukung. Begitu juga dengan dokter dan perawat yang menangani saya, khususnya dokter bedah onkologi, dr Rudy Tharby,” ucapnya.
Perempuan yang aktif menulis itu pun sadar tidak boleh larut dalam kesedihan. Dia memilih bangkit dan berjuang melawan kanker. Mengingat, masih memiliki anak-anak dan keluarga yang juga ingin melihatnya kuat.
“Anak-anak masih membutuhkan saya untuk terus mendampingi dan menguatkan hingga mereka dewasa dan mandiri,” tuturnya.
Hingga kini, istri Rahmat tersebut sudah menjalani empat kali operasi, tiga kali ablasi radiasi nuklir, enam kali kemoterapi, dan setiap bulan harus mendapatkan obat penguat tulang untuk membantu mengatasi kanker yang sudah menyebar ke tulang. Bahkan, dalam waktu dekat, dia akan menjalani operasi kembali.
Menurut dia, biasanya setelah operasi atau terapi, ada masa pemulihan yang terkadang membuat tidak nyaman. Misalnya, setelah kemoterapi atau ablasi radiasi nuklir, biasanya ada rasa mual, pusing, dan lainnya. Tetapi, efek itu hanya bertahan sebentar karena memang proses obatnya sedang bekerja. Setelah efek obat hilang, tubuh akan semakin membaik dan keluhan kian berkurang.
Di tengah usahanya agar bersih dari kanker, tentu Yuni memiliki banyak harapan, bertahan dan sehat menjalani hari-hari ke depan. Terutama bisa mendampingi anak-anaknya. Kanker bukanlah halangan bagi Yuni untuk bermimpi. Dia terus mencoba berbagi kebaikan kepada semua orang lewat tulisan-tulisannya.
“Kanker bisa saja mengusik dan mengganggu saya, tetapi bukan berarti bisa merenggut mimpi dan impian saya,” ungkap alumnus Universitas Brawijaya Malang tersebut.
Beragam aktivitas dan kegiatan dia lakukan untuk mengedukasi kanker kepada masyarakat. Menurut dia, berbagai kebaikan dan peduli kepada sesama dapat berdampak kebaikan pula untuknya. Dia ingin masyarakat lebih mengerti tentang kanker. Keterlambatannya mendeteksi kanker, menjadi pembelajaran berharga yang bisa dibagikan kepada orang lain.
Hal itu agar tidak ada yang mengalami hal sama, sehingga kanker bisa dicegah dan ditangani secara dini. Semakin dini dideteksi, persentase kesembuhan akan kian tinggi pula. Yuni tidak menyangka. Berbagai aktivitas dan kegiatan yang dia lakukan untuk mengedukasi kanker di masyarakat, mendapatkan berbagai perhatian dan penghargaan.
Di antaranya, sebagai Finalis Kartini Next Generation 2015 Kementerian Komunikasi dan Informatika dan masuk dalam 15 Ibu Hebat 2015 Versi The Asian Parent, serta Perempuan Terinspiratif 2014 Komunitas IIDN.
“Saya merasa hidup saya lebih berkualitas,” ujarnya.
Sekitar 10 persen, kanker bisa terjadi karena faktor genetik. Hal tersebut membuat Yuni khawatir dengan putra-putrinya. Sebab, berbagai kasus menunjukkan, faktor genetik bisa berpengaruh untuk terkena kanker.
“Khawatir, tapi saya mencoba melakukan pencegahan dari sekarang. Menjaga pola hidup dan pola makan yang sehat di keluarga sejak dini, merupakan cara saya untuk mengurangi risiko tersebut,” tutupnya. (*/kri/k8)
10 komentar
Write komentarMbak hebat banget, strong bisa melaluinya. Aku salut sama mbak. Kalau boleh mbak, tulis juga dong gimana caranya kita mewaspadai kanker. Di post ini mbak bilang kalau kanker kedetksi pas udah stadium lanjut, biar kita pada tahu dan mencegah kanker terjadi
ReplyMbak salut sama perjuangan mbak, aa..ga semua orang bisa sekuat itu dan kadang tersugesti buat nyerah..
ReplyWah , yang begini nih harus muncul di Media agar memberi inspirasi
Replynice and perfect
Replykeren abis
ReplyTerima kasih ya mba sudah membacanya. Ada banyak cara untuk mendeteksi kanker mba. Salah satunya dengan cara memperhatikan perubahan dalam tubuh. Misalnya ada benjolan, pendarahan di luar batas normal dll. Utk perempuan juga disarankan utk pemeriksaan payudara sendiri atau SADARI
ReplyTerima kasih ya mba. Saya bisa berusaha kuat seperti ini juga karena doa serta support dari semua orang.
ReplyTerima kasih ya
ReplyTerima kasih ya
ReplyKeren mbak yuni... hebat...orang sehat aja belum tentu bisa seperti mbak yuni.. pintar dan menginspirasi...
Reply