Dengan berbagai pertimbangan, saya memilih rumah sakit MRCCC Siloam Semanggi Jakarta untuk melakukan radiasi interna. Hal itu saya lakukan agar tidak terlalu menunggu lama waktu antrian radiasi nuklir. Sebelum melakukan radiasi interna, pihak kedokteran nuklir rumah sakit akan meminta pasien membawa surat rujukkan dari dokter yang menangani pasien serta hasil-hasil pemeriksaan laboratorim, rontagen yang pernah di lakukan sebelumnya.
Biasanya pihak instalasi kedokteran nuklir, akan meminta hasil laboratorium terbaru yaitu cek darah rutin, cek T3, T4, dan TSH. Untuk pengecekan laboratorium tesebut bisa langsung di lakukan di RS MRCCC Siloam sebelum di lakukan radiasi interna. Pemberian dosis radioaktif ini pun bermacam-macam, tergantung dengan pertimbangan dokter yang menangani dan melihat kondisi penyakit pasien. Ada yang pemberian dosisnya 100 -200 mercuri, yang mengharuskan pasien diisolasi selama beberapa hari. Ada pula yang dosisnya lebih kecil, sehingga pasien tidak perlu di isolasi beberapa hari, cukup hanya beberapa jam berada di ruangan.
Pelaksanaan radiasi interna di RS MRCCC siloam untuk dosis tinggi 100 – 200 mercuri, biasanya terjadwal selama 4-5 hari. Jadi selama beberapa hari tersebut, pasien akan berada di ruangan isolasi yang telah di sediakan pihak rumah sakit. Ruang isolasi tersebut biasa di sebut dengan RIRA (Ruang Isolasi Radio Aktif) Sebelum melakukan radiasi interna, pasien di wajibkan puasa mulai jam 6 pagi pada hari pertama di lakukan radiasi. Dokter Basuki Hidayat, SP, KN dan Dokter Ivana, SP, KN merupakan dua dari beberapa Dokter nuklir di MRCCC Siloam yang menjadi konsultan saya selama menjalani radiasi interna.
Pada hari pertama, Dokter Ivana melakukan pertemuan terlebih dahulu dengan saya sebelum melakukan radiasi interna. Dalam pertemuan tersebut, Dokter Ivana akan bertanya mengenai kondisi riwayat kesehatan saya, termasuk menjelaskan bagaimana prosedur radiasi interna yang akan di lakukan. Dokter Ivana pun berbaik hati memberikan support kepada saya agar lebih tenang dan nyaman untuk menjalani proses terapi tersebut.
Letak kamar isolasi radiasi nuklir berada di lantai 29 RS MRCCC Siloam. Sebelum memasuki kamar isolasi, saya melewati ruangan khusus petugas radiasi interna. Letak ruangan petugas ini berada tepat di luar koridor kamar isolasi. Terdapat televisi yang menggambarkan kondisi kamar isolasi pasien. Rupanya setiap kamar di lengkapi CCTV dan intercom yang memudahkan komunikasi dokter maupun petugas kepada pasien. ruang petugas isolasi
Ada 6 buah kamar isolasi dalam satu lorong koridor khusus isolasi radiasi interna, yaitu di bagi kamar VIP dan Kelas 1. Kebetulan kamar yang saya tuju merupakan kamar Kelas 1. Sebelum memasuki koridor tersebut, harus melewati satu ruangan khusus dari pintu masuk. Ruangan tersebut merupakan ruangan persiapan sebelum masuk ke koridor isolasi. Di ruangan tersebut bergantung beberapa rompi anti radiasi berbentuk jaket tanpa lengan serta sandal khusus untuk dipergunakan di ruangan khusus isolasi.
Setiap orang yang memasuki koridor isolasi di wajibkan menggunakan baju radiasi agar tidak terkena paparan radiasi dari pasien. Petugas pun menjelaskan kembali secara detail prosedur penggunaaan serta bagaimana kondisi kamar isolasi. Kamar isolasi tersebut cukup ekslusif, ditunjang dengan fasilitas ranjang, lemari pakaian, 2 buah meja, televisi, dan kamar mandi yang cukup nyaman. Saya cukup terkejut dengan fasilitas kamar isolasi yang akan di tempati itu. Terlebih saya di bolehkan membawa buku bacaan, laptop, dan handphone.
Awalnya saya membayangkan kondisi kamar isolasi yang tidak nyaman, tanpa televisi, dan tidak bisa berkomunikasi dengan orang lain. Namun bayangan itu langsung sirna begitu melihat kondisi ruangan sesungguhnya, bersama petugas di kamar isolasi
“Pasien kalau ada keperluan, bisa langsung menekan tombol ini,”Kata petugas seraya menunjukkan tombol yang terletak di samping ranjang tersebut.
“Lalu bagaimana komunikasi pasien dengan petugas?”Tanya saya bingung.
“Pasien bisa berbicara melalui intercom tersebut,”jawab petugas sambil menunjuk intercom yang menempel di dinding di atas ranjang,
”Jangan kuatir, ada CCTV di kamar ini, jadi kami bisa memantau kalau pasien butuh sesuatu”. Saya pun langsung menengok CCTV yang dipasang di plafon dekat pintu yang tunjukkan petugas.
Wah, tentu saja sebagai pasien harus hati-hati dalam bertingkah laku, supaya tidak diamati oleh petugas hehehe. Pihak rumah sakit pun menyediakan beberapa pasang baju bagi pasien yang telah di siapkan selama berada di kamar isolasi, termasuk menyediakan selimut cadangan serta perlengkapan mandi. Selama beberapa hari saya berada di ruangan isolasi, tidak akan ada petugas yang membersihkan kamar seperti kamar rumah sakit lainnya, Petugas hanya membersihkan koridor ruangan isolasi.
Demikian pula untuk mengantar makanan, snack, serta keperluan pasien, petugas hanya mengantarnya di koridor tepat di depan kamar isolasi pasien. Setelah itu pasien bisa mengambilnya di depan pintu kamar setelah di beritahu oleh petugas melalui intercom. Jadi pasien diharapkan mandiri dalam menjalani masa isolasi. Terkecuali apabila pasien benar-benar membutuhkan bantuan, maka petugas dan dokter pun akan segera menangani secara langsung.
Hal ini dapat dimaklumi, karena radiasi iodine 131 sangat tidak baik untuk manusia normal karena di kuatirkan dapat menganggu kondisi tubuh dan pertumbuhan, khususnya bagi ibu hamil dan anak-anak. Beruntung saat itu ada pasien lainnya yang menjalani radiasi interna dengan kamar yang berbeda. Ibu Kartika Sari, yang berasal dari Semarang. Tentu saja sesama pasien radiasi interna bisa saling berbicara dan berada dalam ruangan yang sama tanpa kuatir terkena radiasi satu sama lain.
(beRSAMBUNG)
Pengalaman radiasi interna ini bisa di baca di :